Senin, 05 November 2018

Seni dan Peradaban Manusia




Sumber : Tirto.id

Oleh : Kahar Khalik

Seni adalah sesuatu yang tidak asing lagi di telinga semua khalayak. Seni telah menjadi gaya hidup bagi masyarakat, baik sadar maupun tidak, karena seni adalah hasil dari pengejawantahan suatu kebudayaan  yang dapat ditemui dalam suatu masyarakat.
Seni menurut sastrawan Rusia Leo Tolstoi (1828-1910) adalah ungkapan perasaan seniman yang disampaikan kepada orang lain agar mereka dapat merasakan apa yang dirasakannya.  Sedangkan di Indonesia seni berasal dari bahasa Sansakerta yaitu sani yang berarti penyembahan.

Pendefenisian seni memang sangat beragam, karena seni tidak hanya menyangkut apa yang kita indrai tetapi juga tentang apa yang tak terindrai. Sedangkan pendefinisian dari berbagai tokoh tergantung dari sudut pandang mana dia melihat seni. Seni sendiri dalam pembagian ilmu filsafat masuk kategori aksiologi tentang nilai bagian dari estetika. 

Pergolakan tentang pemaknaan seni telah terjadi jauh sekitar 4-3 abad SM. Dimulai dari pandangan Plato tentang seni yang menurutnya adalah tiruan alam idea, seni harus merupakan ekspresi bentuk dari alam kebaikan dan keindahan. Di abad yang sama muridnya, Aristoteles juga mengemukakan pendapatnya tentang seni yang menurutnya seni itu tiruan alam dunia nyata bukan tiruan alam idea. Buah pemikiran dari Kedua pemikir ini terus berdealektika. Di abad 18 dan 19 pemikiran Plato didukung oleh kaum romantisisme dan pemikiran Aristoteles didukung oleh kaum naturalisme sehingga kedua kubu ini belakangan dikenal sebagai kaum idealism (Plato) dan realism (Aristo).

Seni pada dasarnya kita biasa temukan dalam bentuk artefak, lukisan, logam, arsitektur, kayu, dan rangkaian bunyi-bunyian. Di abad sekarang kita biasa temukan dalam bentuk film. Selain yang terindrai, seni juga mengekspresikan apa yang tidak terindrai seperti pemikiran dan keyakinan terhadap nilai yang terkandung dalam masyarakatnya;
Setiap karya seni sedikit banyaknya mencerminkan tempat seni itu diciptakan, sedangkan suatu karya seni tidak mungkin tercipta tanpa seorang seniman. Seniman dalam mencipta karya seninya juga berdasarkan rangsangan dari masyarakat tempat dia mencipta karya seni atau dengan kata lain seniman mencipta karyanya berdasarkan teks atau karya seni yang pernah dikenal sebelumnya dan itu cerminan dalam suatu masyarakat. Maka dari itu, mengetahui tempat di mana sang seniman itu mencipta karya seninya juga cukup penting agar kedalaman makna karyanya dapat terungkap.

Tetapi pekerjaan ini sangat sulit karena di dalam suatu peradaban terdapat banyak sekali golongan-golongan dan teori-teori yang berkembang didalamnya. Jadi apa yang harus kita ketahui untuk mengidentifikasi karyanya? yaitu nilai universal yang terkandung dalam masyarakatnya atau  konsep-konsep, ajaran-ajaran yang berlaku secara umum dan diterima oleh seluruh masyarakat dalam peradaban itu. Konsep atau ajaran ini oleh para ahli disebut sebagai ideologi. Jadi, seniman itu mencipta karya seni berdasarkan ideologi apa yang dia anutnya.

Seni sebagai produk peradaban
karya seni yang otentik meskipun berasal dari individu atau  masyarakat, melukiskan jiwa atau roh peradabannya yang mengandung nilai yang universal yang dapat diterima secara umum dengan fungsi seni apapun. Fungsi seni ini tergantung ideologi apa yang berlaku dalam peradaban itu. Jika masyarakat itu menganut ideologi materialistik, maka seni yang dihasilkan oleh peradaban itu adalah seni yang berfokus pada materi juga dimana tujuannya untuk kesenangan duniawi, hedon dan tidak lebih pada kepentingan jasmaniahnya saja. Berbeda dengan seni yang tercipta dari peradaban yang berideologi metafisis yang mengandung nilai-nilai spiritual. Maka, fungsi seninya tidak hanya berfokus pada jasadiahnya saja tetapi juga memperhatikan batinnya. 

Pengaruh produk seni terhadap suatu peradaban
Peradaban juga dapat dipengaruhi oleh suatu produk seni dari suatu peradaban bahkan dapat digunakan untuk meruntuhkan suatu peradaban yang telah berdiri dan menggantikannya dengan peradaban yang sesuai dengan ideologi dari produk seni yang ditawarkan. Seperti yang terjadi di abad pertengahan ketika Nasrani menguasai Romawi. Dimana sebelum penguasaan gereja terhadap Romawi seniman melukiskan tentang para dewa tetapi setelah masuk ajaran nasrani seniman dituntut melukiskan tentang (Simbol ajaran) nasrani dan yesus. Sejarah ini disebut sebagai zaman kegelapan oleh para seniman dan ilmuan yang juga sebagai salah satu pemicu munculnya zaman Renaisance yang dikenal sebagai zaman pencerahan.

Pengaruh produk seni juga terjadi di Indonesia ketika para wali datang untuk mengislamkan Jawa mereka  mengunakan seni wayang kulit dengan syair dan cerita yang berasal dari islam sebagai medianya untuk menyampaikan ideologinya yang penuh sarat makna dan spiritual.
Ketika kita membaca berbagai peristiwa ini kita mendapati bahwa  tugas utama seniman tidak hanya sebagai penghasil karya semata tetapi juga sebagai pengkritik terhadap ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai pembentuk propaganda tentang hidup sebagaimana adanya dan juga sebagai pencerah terhadap hidup sebagaimana mestinya.

Di zaman Millenial ini Karya seni terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Seni tidak hanya dijadikan sebagai alat pajangan semata tetapi juga dijadikan sebagai alat propaganda suatu peradaban terhadap peradaban lainnya. Karena seni adalah hasil dari ideologi suatu peradaban yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakatnya, maka untuk menguasai suatu peradaban dapat dilakukan dengan menawarkan produk seni yang sesuai dengan ideologi sang penguasa. Jika produk seni itu telah senangi dan diterima oleh suatu peradaban maka disitulah letak awal mula peradaban itu dijajah oleh sang pemilik produk seni tersebut. 

Sejalan dengan permasalahan di atas maka para pemikir dan seniman pada zaman millenial ini, mencoba menciptakan suatu produk seni yang dapat menguasai suatu kebudayaan tanpa disadari oleh pemilik peradaban itu sendiri. Dimana kejadian seperti ini disebut sebagai masa perang kebudayaan.
Lalu bagaimana dengan bangsa Indonesia dalam menghadapi perang kebudayaan ini? bagaimana kita mampu mempertahankan peradaban kita di era millenial ini?

Sebagai generasi penerus bangsa inidonesia kita tak bisa acuh akan peristiwa ini kita harus mengambil sikap untuk mempertahankan kebudayaan  bangsa kita dari berbagai serangan yang mendekatinya. Karena suatu produk seni itu lahir dari ideologi  sang senimannya maka langkah awal yang harus kita lakukan yaitu mempelajari dan  memperkuat ideologi kita sendiri yaitu ideology pancasila. Kenapa harus mempelajari dan memperkuat ideologi Pancasila? Ya karena dengan kuatnya ideologi kita dengan otomatis akan membentengi kita dari serangan ideologi-ideologi yang coba mempengaruhi bangsa kita lewat produk seninya. Bagaimana memperkuat ideologi Pancasila yaitu dengan mempelajari pandangan hidup dan epistemology yang ada didalamnya.

Salam Peradaban.

Refrensi :
Nasr, Sayyed Hossein. 1987, spiritualitas dan seni islam. Mizan :Bandung.
Sumarjdo, Jakob. 2000, Filsafat Seni, penerbit ITB: Bandung
Sunarto. 2016, Estetika Musik, Tafa Media: Yogyakarta
Sunarto. 2017, Sosiologi music, Tafa Media: Yogyakarta